Sustainable Fashion 2025: Gaya Hidup Ramah Lingkungan yang Jadi Tren di Indonesia

sustainable fashion
0 0
Read Time:4 Minute, 3 Second

Dunia mode berubah cepat, dan kini arah tren global bergerak ke satu tujuan: keberlanjutan.
Di tahun 2025, sustainable fashion bukan cuma istilah keren, tapi sudah menjadi bagian nyata dari gaya hidup modern di Indonesia.

Dulu, mode identik dengan konsumsi cepat dan tren musiman. Tapi kini, masyarakat mulai sadar bahwa industri fashion adalah salah satu penyumbang limbah terbesar di dunia.
Generasi muda Indonesia — yang makin sadar lingkungan — memilih berpakaian dengan cara baru: lebih bijak, lebih beretika, dan lebih hijau.


Apa Itu Sustainable Fashion?

Sustainable fashion atau mode berkelanjutan adalah gerakan untuk menciptakan pakaian yang ramah lingkungan dan etis dalam seluruh proses produksinya.
Mulai dari bahan baku, cara pembuatan, hingga daur ulang setelah dipakai, semua diperhitungkan agar tidak merusak bumi.

Di Indonesia, konsep ini makin populer sejak 2023 dan terus berkembang pesat di 2025.
Banyak brand lokal seperti Sejauh Mata Memandang, SukkhaCitta, dan Buttonscarves mulai menerapkan sistem produksi yang berfokus pada keberlanjutan.

Mereka memakai bahan alami seperti katun organik, linen, bambu, dan serat daur ulang dari limbah tekstil.
Bahkan, beberapa desainer mulai bereksperimen dengan pewarna alami dari tanaman seperti indigo dan kunyit.

Intinya, sustainable fashion bukan sekadar tren pakaian — tapi gerakan sosial dan budaya baru.


Generasi Z dan Milenial: Motor Utama Gerakan Hijau Fashion

Generasi muda Indonesia kini jadi penggerak utama tren fashion berkelanjutan.
Mereka lebih sadar terhadap dampak industri mode terhadap lingkungan dan manusia.

Menurut survei yang dirilis tahun 2025, 67% konsumen berusia 18–35 tahun di Indonesia lebih memilih produk fashion lokal yang ramah lingkungan.
Bukan cuma soal bahan, tapi juga transparansi produksi — siapa yang membuat, di mana dibuat, dan apakah pekerjanya diperlakukan dengan adil.

Media sosial juga memainkan peran besar.
Kampanye seperti #WearWhatMatters dan #PakaianBijak jadi viral di TikTok dan Instagram, mengajak pengguna untuk membeli lebih sedikit tapi lebih bermakna.

Generasi muda kini bukan hanya konsumen, tapi aktivis mode yang ikut mendorong perubahan industri.


Inovasi Bahan dan Teknologi Fashion Ramah Lingkungan

Inovasi jadi jantung utama sustainable fashion.
Bahan-bahan baru terus bermunculan, menciptakan cara berpakaian yang lebih ramah lingkungan tapi tetap stylish.

Di Indonesia, beberapa startup fashion mulai menggunakan kain dari limbah plastik laut, serat nanas, hingga kulit jamur sebagai pengganti kulit hewan.
Teknologi seperti 3D printing fabric juga mulai digunakan untuk mengurangi sisa potongan kain saat produksi.

Selain itu, sistem circular fashion mulai diterapkan — di mana pakaian lama dikumpulkan, diperbaiki, dan dijual kembali dengan konsep second life.
Hal ini tidak hanya mengurangi limbah, tapi juga membuka peluang bisnis baru di bidang fashion reuse dan upcycling.

Mode kini bukan lagi tentang “baru setiap musim”, tapi tentang cerita di balik setiap pakaian.


Dampak Sosial: Etika, Pekerja, dan Konsumen Cerdas

Sustainable fashion juga bicara soal keadilan sosial.
Banyak brand kini berkomitmen memastikan pekerja mereka mendapatkan upah layak dan kondisi kerja yang aman.

Gerakan fair trade fashion makin populer di kalangan pembeli muda Indonesia yang ingin tahu asal-usul pakaian mereka.
Kesadaran ini juga mendorong banyak konsumen untuk lebih selektif, menghindari fast fashion yang memproduksi massal tanpa memperhatikan etika.

Beberapa komunitas bahkan membuat gerakan barter dan thrift exchange di kota besar — seperti Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta — sebagai cara ramah lingkungan untuk bergaya tanpa konsumsi berlebihan.

Kini, pakaian bukan cuma soal penampilan, tapi juga pernyataan moral.


Industri Fashion Lokal Mulai Bertransformasi

Tak mau ketinggalan, industri mode lokal Indonesia mulai menyesuaikan diri dengan arah global ini.
Desainer muda seperti Rinda Salmun dan Peggy Hartanto mulai menghadirkan koleksi yang memadukan kearifan lokal dengan prinsip keberlanjutan.

Batik, tenun, dan songket kini tidak hanya menjadi simbol tradisi, tapi juga bagian dari slow fashion movement — di mana setiap produk dibuat dengan waktu, cinta, dan nilai budaya tinggi.

Bahkan, beberapa daerah seperti Bali dan Yogyakarta kini dikenal sebagai pusat fashion hijau yang mengedepankan konsep lokalitas dan keberlanjutan.

Dengan kolaborasi antara desainer, pengrajin, dan konsumen sadar lingkungan, industri fashion Indonesia punya potensi besar untuk bersaing di kancah internasional.


Tantangan: Harga, Edukasi, dan Akses Pasar

Meski tren ini berkembang, tantangan besar tetap ada.
Produk berkelanjutan biasanya lebih mahal karena proses produksinya membutuhkan bahan alami dan tenaga kerja manusia yang terampil.

Selain itu, edukasi publik masih perlu diperkuat agar masyarakat memahami bahwa membeli satu pakaian berkualitas tinggi lebih baik daripada membeli lima yang cepat rusak.

Pemerintah dan pelaku industri juga perlu mendorong kebijakan yang mendukung industri hijau, seperti insentif pajak atau program sertifikasi keberlanjutan.

Dengan dukungan yang tepat, sustainable fashion bisa jadi kekuatan ekonomi baru Indonesia di masa depan.


Penutup: Fashion yang Tak Sekadar Tren, tapi Perubahan

Sustainable fashion 2025 bukan cuma soal pakaian, tapi tentang masa depan bumi dan generasi berikutnya.
Dengan memilih produk yang lebih etis dan ramah lingkungan, setiap orang berkontribusi pada perubahan besar.

Fashion kini tak lagi diukur dari seberapa mahal atau cepat tren berganti, tapi seberapa bijak kita memilihnya.
Dan di tangan generasi muda Indonesia yang kreatif dan peduli, dunia mode punya harapan besar untuk menjadi lebih baik.

Akhirnya, style with purpose bukan sekadar slogan — tapi cara baru untuk hidup.


Referensi:

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %